“met pagi pak” aku menyapa kerabat kerjaku, otomatis terucap
begitu kubuka pintu kantor itu
“pagi juga..”dia menyahut pelan, seraya menjaga ketengan
ruangan.
Pagi itu masih pukul 6 pagi, belum ada karyawan lain selain
kami berdua. Ruangan berukuran 3 x 5 meter itu sebenarnya sesak dengan meja dan
kursi,. Ada 3 deret meja yang disusun memanjang, 2 deretnya disusun saling
berhadapan, deret lainnya hanya terpisah sebuah jalan kecil yang hanya bisa
dilewati satu orang saja. Bisa dibayangkan bagaimana ramai dan sumpeknya
ruangan itu ketika semua karyawan sudah memulai aktivitasnya di ruangan kecil
itu. Yang membuatnya nyaman hanya AC dengan kapasitas 1 PK itu aja, jika sedang
rusak, bisa dipastikan kami bakal bekerja bagai dalam ruangan sauna.
Bukan tanpa alasan kami datang sepagi itu, alasan yang
paling kuat adalah bisa lebih berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan, termasuk
penggunaan internetnya, pasti lebih cepat karena tak perlu bersaing dengan
pengguna lainnya. Selain itu, posisi kami sekarang adalah di lokasi kerja,
butuh perjalanan laut selama 3 jam hingga sampai ke tempat itu, tak ada pasar
apalagi mall, bagaimana tidak, ketika
keluar kamar, yang terlihat hanyalah laut, dan atau setidaknya ada
beberapa kapal yang mengantarkan karyawan lain ataupun barang2 kebutuhan untuk
pekerjaan proyek. Jangan berharap ada semacam pasar terapung, kapal nelayan pun
dilarang buat masuk area itu. Padahal tempat kami bekerja itu terkenal dengan
banyak ikannya dikarenakan air di sana lebih hangat dikarenakan proses
penyedotan gas bumi. Tak ada yang bisa dilakukan setelah sholat shubuh selain
kembali tidur atau langsung menuju ruangan kerja yang letaknya hanya beberapa
puluh meter dari ruang kami.
Aku langsung menghidupkan PC-ku, suasana hening di kantor
mulai meredup setelah 2 motor dari PC kami seperti sedang berpacu. Belum lama
PC-ku hidup dengan sempurna sebuah pesan masuk. Dari Riki, dari siapa lagi kalau
bukan dari dia. Pesan itu bisa terhubung antar PC, selain bisa mengirimkan
pesan, kita juga bisa mengirimkan file tanpa harus melewati sebuah flash disk
ataupun external hard disk. Pesan ini sendiri baru aktif setelah si pengguna PC
sudah sempurna mengaktifkan PC-nya. Pagi itu usernya hanya 2, aku dan Riki
Riki H : “Internetnya
gangguan ya?”
Ari_S : “Tunggu sebentar pak,
kuperiksa dulu”
Aku bergegas membuka M.
outlook, proses send/receive otomatis jalan, download 35 email dengan sekejap
sudah memenuhi inbox-ku, kucoba buka mbah google, kuketik sembarang kata,
dengan cepat google langsung mencari kata itu. Belum selesai si mbah google
mencari, langsung kumatiin saja, pagi itu aku tak terlalu berminat menjelajah
internet. Kubuka kembali pesan PC itu, usernya masih kami berdua.
Ari_S : “Bagus pak, email2ku
dah masuk kok, google juga berhasil masuk kok”
Riki H : “Masak
sih? Kok emailku nggak terkirim2 yah?”
Ari_S : “Bapak kirim email
lewat mana?”
Riki H : “Outlook
nih, kamu nggak lagi kerjain aku lagi kan?”
“Hahaha, ya nggak lah paak” Tawaku
spontan memecah kesunyian, segera aku berdiri, suara gesekan antara kursiku dan
lantai makin menambah riuh ruangan itu, kusamperin meja beliau, tak terlalu
jauh memang, kami berkomunikasi lewat pesan PC hanya untuk menjaga ketenangan
kantor – selain karena malas buat banyak bicara. Posisi kami sebenarnya
berhadapan, namun terpisah dengan satu meja yang searah denganku.
“Coba kuliat sebentar” seraya
mengambil mousenya. Riki bergeser sedikit, memberikan sedikit ruang buatku biar
mempermudah pemeriksaan. Kubuka outbooknya dan tersenyum.
“nggak usah senyum2 gitu
nah, kamu bukan lagi kerjain aku kan?” Riki bertanya dengan nada canda.
“hehe, ya nggak lah pak,
coba deh bapak liat sendiri, berapa kapasitas email yang mau bapak kirim?”
balasku sambil menunjuk2 ke layar computer.
“30 MB aja kan? Nggak bisa
kah? Riki bertanya pelan, menjadi tidak yakin dengan apa yang baru saja dikerjakannya.
“Waduh Pak, di lokasi kita
ini, kirim 5 MB aja butuh waktu 1 jam Pak, bisa terkirim setengah jam aja udah
jadi berkah yang luar biasa” jawabku bersemangat, walau sebenarnya sedikit
berlebihan. Tertawa dalam hati,“langsung dihapus aja Pak” lanjutku kemudian
Tak menunda2 lagi, Pak Riki
langsung mencobanya, klik kanan di outlook itu dan memilih kata delete. Tak ada
reaksi apa2, pengiriman masih terus berlangsung, dicobanya sekali lagi, klik
kanan dan memilih delete, masih belum ada tanda2 pesan berhenti terkirim,
apalagi hilang dari list outbox itu. Makin terlihat tak sabar, Pak Riki mulai
menekan2 tombol delete, terdengar jelas bagaimana dia menekan tombol delete
dari keyboardnya. Makin keras ketika melihatku tersenyum, bahkan nyaris
tertawa.
“kayaknya cara seperti itu
gak akan bisa dilakukan selama proses pengiriman Pak” jawabku santai
“trus gimana? Dibiarkan sampe
terkirim aja kah” tanya Pak Riki, masih sambil usaha menekan tombol delete
“ya nggak juga, tetap harus
dibatalkan kalau nggak mau kerjaan lainnya terganngu” jawabku datar “loh, kok
dimatiin?” tanyaku kemudian, terkaget karena Pak Riki lebih memilih buat
mematikan outlooknya, bahkan melakukan restart
PC-nya.
“nggak sabar aku nah, lama
banget” sahut Pak Riki “kita liat berhasil nggak cara seperti ini?” sambungnya
kemudian, terlihat jelas wajahnya, penuh dengan rasa penasaran
Aku tertawa aja, “nggak akan
bisa Paaak…” jawabku seraya tersenyum. “kita tunggu sampai ni PC dah hidup
sempurna ya..”
PC akhirnya kembali hidup
dengan sempurna, antivirus juga sudah selesai
melakukan tugasnya secara otomatis begitu PC dinyalakan. Tak menunggu waktu
lama, Pak Riki langsung membuka outlooknya, dan benar aja, 1 pesan di outbook
masih saja tergantung di sana.
“Caranya seperti ini Pak”
aku kemudian berdiri dan mendekati CPU yang memang ditaruh di atas meja, berada
tepat di samping layar monitor 17” itu. Kucabut kabel data yang menghubungkan
setiap PC ke server lokasi kami bekerja. “sekarang coba delete lagi Pak,
seperti yang tadi bapak lakukan”
Tanpa berbicara, Pak Riki
langsung mengulangnya, klik kanan di pesan yang ada di outbox itu, kemudian
memilih delete, dan langsung mengangkat kedua tangannya “Berhassiiiilllllll……”
teriaknya puas kemudian tertawa.
Aku ikut tertawa. “emang
file apa yang tadi bapak coba kirim?” sahutku kemudian
“file pdf ini nih, dan hanya
beberapa foto” jawab Pak Riki sambil mencoba membuka file yang tadi hendak
dikirimnya “kalo gitu kirimnya gak sekaligus aja kali ya..?”
Kuamati sebentar, kuperiksa
resolusinya “ini bisa sekaligus dikirim pak, tapi mesti dikompres dulu.., boleh
nggak?” kutanya balik
“Yang penting masih bisa
terbaca, tak masalah mau kau kompres sampai sekecil apa” jawab Pak Riki sambil
mengangguk tanda setuju
“Harus segera dikirim kah Pak?”
kutanya lagi, memastikan apakah itu dokumen penting yang harus segera dikirim
atau nggak
“ya nggak juga, di kantor
pusat kita kan jam segini belum ada orang, agak siang juga nggak masalah” jawab
pak Riki mantap
“ya udah, nanti insyaAllah
kubantu compress file itu deh, tenang aja, yang penting kita sarapan dulu yuk”
pintaku seraya berjalan menuju satu2nya pintu yang ada di pojok ruangan kami
“belum sarapan juga yah? Oke
deh kalo gitu” jawab pak Riki, mengikutiku keluar dari ruangan itu.
beuuuh... lakiiii... keren euy bisa nulis cerpen :*
BalasHapusdialog dari si Riki kok banjarnya kerasa banget ya? Hehhehe....
hahaha, namanya juga latihan..;)
BalasHapusikut baca.. :D
BalasHapusSilahkan Na...:D
BalasHapus