Rabu, 21 November 2012

Terpaksa (harus) menyerah

Menyerah yg satu ini sebenarnya lebih dikarenakan tak ada pilihan lain, bukan karena gak sanggup untuk mendapatkannya, bukan pula karena lebih menghemat waktu dalam mendapatkannya walau harus membayar lebih mahal.

Bukan mengenai apa2 sobat, ini mengenai mengisi bensin, nasib punya motor dg cc yg agak besar (hanya 135 sih :p) namun memiliki tangki yg bahkan lebih kecil dari tangki sepeda motor dg cc yg lebih kecil dari itu (dan bahkan lebih hemat pula), begitulah yg harus kuhadapi setiap harinya, melewati 5,5 KM setiap kali perjalanan menuju kantor ataupun sebaliknya sebanyak 2x dari masing2 perjalanan itu. Kalikan aja ya berapa kilo yang harus ditempuh..

Trus, apa tak ada yg jual bensin di kota kecil itu? Hemm, mungkin harus kutanya balik dulu, jual resmi atau gak? Alias SPBU atau bukan? Jawabnya ya tentu saja ada, daerah dengan pengembangan explorasi minyak bumi, gas serta batu bara ini tentu saja memilikinya, bahkan 2 walau yg satu bukan disupply dari perusahaan pengolah minyak dalam negeri (dan lebih sering tutup daripada buka).

Kalo sudah memiliki SPBU, apa bensin bisa lebih mudah didapatkan? Kalo pertanyaan ini sih jelas jawabnya اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ ya, tak begitu susah mendapatkannya, masalahnya didapatkannya dari SPBU atau pengecer (yang makin menjamur). Bahkan dari kantor menuju rumah, ada lebih dari 20 kios pengecer looh...

SPBU di kota ini (terutama bensin) rata2 hanya berusia 1-2 hari aja sebelum pasokan dari Bpp kembali datang, dengan antrian yang hampir setiap beroperasi selalu panjang. Jika ingin bensin dg harga standar, maka kita harus rela mengantri bareng sepeda motor dg tangki besar mereka, mobil2 baik mobil perusahaan atau mobil usaha lainnya. Bahkan ada yg sampai2 rela antri beberapa kali demi memenuhi tangki sepeda motor mereka (hasil dengar yg tak disengaja dari para pengantri lainnya). Hal ini diperburuk dengan kondisi pelayanan air dari instalasi pemerintah yg sering ngadat untuk daerah tertentu yang menghidupkan usaha pengiriman air tandon yang menggunakan sebuat mobil jenis pick up, semakin memperparah antrian di sana. Memang sih, rata2 gak akan lebih dari setengah jam, namun jika setengah jam itu kita pake untuk keperluan lain, misalkan hafalan, atau maintenance laptop, mungkin akan lebih bermanfaat.

Gak perlu ditanya lagi kenapa mereka yg rela harus mengantri panjang dan lama beberapa kali di SPBU. Buat perjalanan jauh? Ah, kurasa tidak, kemungkinan terbesarnya adalah buat dijual lagi, ada yg gak setuju? Hehe.. Ditempatkan pada botol2 berukuran (katakanlah) 1 liter atau jerigen yg katanya isi 2 liter, disusun rapi di pinggir jalan dalam suatu rak dengan pelindung secukupnya, dijajakan 6000 rupiah setiap botolnya. Oke, katakan lah dalam sebotol itu isinya beneran 1 liter, harga seliter di SPBU adalah 4500, maka keuntungan menjual eceran ini adalah 1500 rupiah, dengan kata lain, keuntungannya adalah lebih dari 30% dari setiap liter yg dijualnya.

Lantas apa ada masalah jika memberikan uang 1500 pada tiap liternya kepada penjual bensin eceran itu? Terus terang bukan itu alasanku menghindari membeli bensin eceran, namun lebih ke tidak mendukung aktivitas ini terus berkembang. Karena jika kita membeli, berarti kita udah mendukung mereka bukan? Tidak akan kulakukan selama masih bisa kuhindari. Terus, sekarang menyerahkah aku? Hemm, kayaknya untuk kali ini aja, atau di saat yg mungkin tak jauh berbeda dengan keadaan seperti ini. Di saat SPBU udah tak mendapatkan pasokan, dan seiring dengan itu, sepeda motor yg nyaris tiap hari kupakai itu memerlukan 'minuman' penggeraknya. Mau tak mau harus beli di eceran, seraya berharap gak akan melakukannya lagi terutama dalam waktu dekat dan melakukan pengiritan dan berusaha mengurangi penggunaan sepeda motor ini.


Mungkin ada baiknya memikirkan sebuah opsi untuk mengganti sepeda motor yg lebih irit dengan tangki yang besar...


22.11.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar